Minggu, 01 Desember 2024



Timur dan Khalid: Sebuah Kisah Persahabatan dan Reformasi

Di kota Chronos yang megah namun penuh dengan intrik, hidup dua pria dengan latar belakang yang sangat bertolak belakang. Timur, seorang pemuda dari golongan minoritas, terlahir lemah secara fisik, namun pikirannya setajam bilah pedang. Namanya berasal dari kata taimur, yang berarti besi, dan mengingatkan orang pada nama panglima legendaris, Timur Lenk. Timur skeptis terhadap agama, tak mudah ditundukkan oleh doktrin, dan cenderung berpihak pada gagasan-gagasan progresif. Ia mengabdikan dirinya pada bisnis, ilmu aktuaris, dan idealisme, mendirikan sebuah percetakan surat kabar untuk menyuarakan kebenaran.

Di sisi lain, Khalid adalah seorang ksatria Muslim yang gagah, dengan tubuh yang kuat dan hati yang bijaksana. Berasal dari keluarga aristokrat, ia mengabdikan hidupnya untuk membela kaum tertindas. Ketika mayoritas masyarakat masih tenggelam dalam patriarki, Khalid berdiri tegak membela hak perempuan dan para ibu. Dalam setiap langkahnya, Khalid membawa diplomasi dan strategi sebagai senjatanya.

Keduanya awalnya dipersatukan oleh tugas dari Raja Chronos yang mempercayakan mereka sebagai tangan kanannya. Khalid ditugaskan untuk mengurus permasalahan pendidikan di kota Chronos, sementara Timur menangani masalah perekonomian. Namun, kesetiaan kepada raja ini diuji ketika mereka mulai menyadari wajah asli pemerintahan yang mereka bela.

Timur dan Khalid sering kali berselisih paham. Idealisme Timur yang cenderung keras sering berbenturan dengan pragmatisme Khalid. Namun, keduanya berbagi rasa prihatin yang sama terhadap penderitaan rakyat Chronos. Raja, yang korup dan licik, menggunakan agama sebagai senjata untuk membenturkan golongan kanan dan kiri, mengalihkan perhatian dari kebijakan-kebijakan yang menindas. Pajak yang tinggi digunakan untuk membangun kuil megah dan istana serta harem, sementara rakyat kelaparan.

Dalam sebuah diskusi panas di balairung, Khalid pernah berkata, "Timur, aku tahu kau tak percaya Tuhan, tapi lihatlah rakyat kita. Mereka butuh sesuatu untuk percaya. Kita tidak boleh menghancurkan harapan mereka."

Timur menjawab dengan tajam, "Khalid, harapan tanpa tindakan adalah ilusi. Apa gunanya doa jika perut mereka kosong?"

Namun, percakapan-percakapan itu justru memperkuat ikatan mereka. Keduanya mulai melihat, di balik perbedaan pandangan, ada tujuan yang sama, yaitu keadilan untuk rakyat Chronos.

Ketika keadaan semakin memburuk, Khalid dan Timur memutuskan untuk bersatu. Dengan keahlian Timur dalam bisnis dan pemikiran strategis Khalid, mereka mencetak surat kabar bawah tanah yang menyuarakan kebenaran. Surat kabar itu membuka mata rakyat tentang keburukan pemerintahan feodal yang hanya mementingkan kepentingan segelintir golongan.

Malam demi malam, mereka bekerja di ruang percetakan tersembunyi, melawan waktu dan ancaman dari pasukan kerajaan. Khalid membawa pengaruhnya di kalangan rakyat religius, sementara Timur menggunakan kecerdasannya untuk menarik simpati kaum intelektual.

Namun, perjuangan itu bukan tanpa risiko. Sang Raja, yang merasa terancam, mencari cara untuk menghentikan mereka.

Pada suatu malam yang gelap, pasukan kerajaan menyerbu markas mereka. Timur ditangkap dengan tuduhan pencurian dan korupsi yang direkayasa. Ia dijebloskan ke penjara tanpa pengadilan yang adil. Khalid, yang berada di luar kota saat itu, hanya bisa menggertakkan giginya saat mendengar kabar tersebut.

Di hari terakhir hidupnya, Timur meminta bertemu Khalid. Dengan tubuh lemah dan suara serak, ia berkata, "Khalid, sahabatku, ini adalah akhir bagiku. Aku tahu kau percaya pada Tuhanmu, dan meski aku tidak pernah bisa memahami itu, aku ingin kau berdoa untukku. Jika ada Tuhan, semoga Dia mengampuniku."

Khalid menggenggam tangan Timur dengan erat, air mata jatuh di wajahnya yang biasanya tegar. "Aku akan berdoa untukmu, Timur. Dan aku bersumpah, perjuanganmu tidak akan sia-sia."

Keesokan harinya, Timur dihukum mati di alun-alun kota. Namun, kematiannya bukanlah akhir.

Kehilangan Timur menjadi cambuk bagi Khalid. Ia melanjutkan perjuangan dengan semangat yang berkobar. Dengan menggabungkan semua golongan—agama, intelektual, dan rakyat jelata—ia memimpin gerakan reformasi untuk menggulingkan dinasti kejam yang telah berkuasa terlalu lama.

Dalam sebuah pidato yang dikenang sepanjang masa, Khalid berkata, "Timur telah mengorbankan segalanya demi kita. Ia adalah simbol bahwa persatuan di tengah perbedaan adalah kekuatan kita. Kita akan mengakhiri penindasan ini!"

Setelah sepuluh tahun perjuangan, Chronos akhirnya berubah. Kerajaan tumbang, digantikan oleh sebuah pemerintahan demokratis yang menghargai ilmu, kebebasan, dan keadilan. Chronos menjadi pusat pembelajaran, seperti House of Wisdom di Baghdad.

Di sebuah bukit kecil di luar kota, Khalid menanam pohon zaitun di pusara Timur, sebagai tanda penghormatan terakhir untuk sahabatnya. Ia berbisik, "Timur, kemenangan ini adalah milikmu juga."

Sebagai bentuk penghormatan, Khalid memberi nama putranya Muhammad Timur Rasyid, agar generasi mendatang tidak melupakan nilai-nilai yang diperjuangkan Timur.


Hongniu yang Menolak Tunduk pada Dunia

 





Hongniu: Bocah Ajaib dari Sparta


Di kota Sparta yang megah namun penuh intrik, lahirlah seorang anak dengan nama yang tak biasa: Hongniu. Nama itu berarti "sapi merah," dan memang ia memiliki seekor sapi berwarna merah yang selalu setia menemaninya. Dari kecil, Hongniu sudah dijuluki "bocah ajaib." Ia mampu membaca sebelum usia sekolah dan memukau banyak orang dengan pertanyaan-pertanyaan kritis yang sering kali membuat para tetua tergagap saat menjawab.

Ketika anak-anak lain diajarkan untuk menerima doktrin agama dan tradisi tanpa bertanya, Hongniu justru skeptis. Ia bertanya kepada seorang imam, "Jika sapi adalah simbol kesucian, mengapa kita harus menyembahnya? Bukankah kita yang memberi mereka makan dan bukan sebaliknya?" Pertanyaan itu mengguncang kepercayaan desa, dan meskipun banyak yang marah, namun ada pula yang diam-diam mengagumi keberaniannya.

Seiring waktu, Hongniu tumbuh menjadi seorang pemuda yang penuh dengan idealisme. Ia percaya dunia bisa menjadi tempat yang lebih baik—tanpa sekat, tanpa diskriminasi, dan tanpa aturan yang hanya menguntungkan segelintir orang. Ia ingin menciptakan utopia di mana semua orang setara, di mana kekuasaan tidak menjadi alat penindasan.

Namun, Sparta bukanlah tempat yang ramah bagi ide-ide seperti itu. Kota ini dijalankan oleh kelompok mayoritas yang disebut "Domba Putih," yang menguasai segala regulasi dan kebijakan. Ironisnya, Hongniu adalah bagian dari kelompok ini, tetapi ia tak pernah tunduk pada aturan yang menurutnya hanya menguntungkan segelintir elit.

"Bagaimana bisa kita berbicara tentang keadilan jika hanya suara mayoritas yang didengar?" katanya dalam sebuah rapat. "Apakah suara minoritas tak layak didengar hanya karena mereka lebih sedikit?"

Kata-katanya seperti peluru yang menghantam keras. Namun, peluru itu juga memicu kebencian. Banyak yang menganggapnya sebagai seorang pemberontak.

Hongniu memang memiliki lidah yang tajam. Ia tak ragu menggunakan sarkasme untuk mengungkap kebenaran. Ketika seorang pejabat berbicara tentang perlunya membangun lebih banyak kuil dan kastil dengan anggaran rakyat, Hongniu hanya tersenyum tipis dan berkata, "Ah, tentu saja. Tuhan pasti akan lebih mendengar doa kita jika kita memberinya bangunan yang lebih mewah."

Namun, ia juga ahli dalam diplomasi. Dengan kecerdasannya, ia mampu meyakinkan kelompok-kelompok yang berbeda untuk bergabung dalam perjuangannya. Ia berbicara tentang dunia di mana manusia tidak lagi dibagi oleh agama, ras, dan kasta.

"Mengapa kita harus bertarung atas nama perbedaan? Bukankah kita semua lahir dan mati di tanah yang sama?" katanya dalam sebuah pertemuan publik.

Pesan-pesannya mulai menarik perhatian. Banyak orang yang bergabung dengannya, meskipun mereka tahu risiko yang akan dihadapi.

Di dalam kelompok Domba Putih, Hongniu adalah suara yang berbeda. Ia tidak takut menentang aturan yang hanya menguntungkan kelompoknya. Baginya, kebenaran lebih penting daripada loyalitas kelompok.

Ketika sebuah undang-undang diajukan untuk membatasi hak-hak minoritas, Hongniu berdiri di depan para pemimpin Domba Putih. "Apakah ini yang kalian sebut keadilan? Mempersempit ruang mereka yang sudah terpinggirkan?"

Kata-katanya membuat gempar. Banyak yang mencoba menjatuhkannya, baik dengan politik kotor maupun ancaman langsung. Namun, Hongniu tidak pernah menyerah.

"Idealisme adalah kekuatan terbesar saya," katanya. "Dan saya tidak akan membiarkan siapa pun membungkam suara saya."

Meski sering dijegal, Hongniu terus maju. Ia memimpin gerakan yang menyerukan kesetaraan dan keadilan. Ia berbicara di alun-alun kota, di desa-desa kecil, dan di hadapan mereka yang selama ini dianggap tidak penting.

Namun, perjuangan ini tidak mudah. Kelompok kiri sering mencoba mengadu domba Hongniu dengan para pendukungnya. Berita palsu disebarkan, dan membingkainya sebagai musuh rakyat. Tapi Hongniu tetap teguh.

"Saya mungkin berasal dari Kelompok Domba Putih," katanya dalam sebuah pidato, "tapi saya bukan bagian dari kalian yang menindas. Saya berdiri di sini bukan untuk kelompok saya, tetapi untuk semua orang."

Tujuan akhir Hongniu adalah menciptakan dunia yang setara—sebuah utopia. Namun, ia tahu bahwa ini tidak akan terjadi dalam semalam. Perjuangannya adalah perjalanan panjang yang penuh rintangan.

Di suatu malam yang sunyi, ia duduk bersama sapi merahnya di puncak bukit. "Aku ingin mereka memahami, Niuniu," katanya sambil mengusap kepala sapinya. "Bahwa dunia bisa lebih baik. Bahwa kita bisa hidup tanpa harus menjatuhkan satu sama lain."

Sapi itu hanya mengembik pelan, seolah mengerti.

Meski Hongniu sering dipandang sebagai pemberontak oleh musuh-musuhnya, bagi mereka yang mengikuti perjuangannya, ia adalah simbol harapan dan perubahan. Ia adalah suara bagi yang tidak bersuara, serta menjadi cahaya di tengah kegelapan.

Hongniu tahu bahwa perjuangan ini tidak akan selesai sampai ia berdiri dengan mahkota daun salam di kepalanya—simbol kemenangan atas ketidakadilan. Dan meskipun jalan itu panjang dan sulit, ia tidak akan berhenti.

"Saya mungkin satu-satunya sapi merah di antara Domba Putih," katanya dalam salah satu pidatonya. "Tapi saya lebih suka menjadi diri sendiri daripada menjadi bagian dari kawanan yang salah arah."

Dan dengan itu, Hongniu melangkah maju, membawa harapan bagi mereka yang percaya bahwa dunia yang lebih baik adalah mungkin.

Sabtu, 30 November 2024

Marionette di Tangan Hongmu

 Liao Ya, Boneka Kayu dalam Dunia yang Dikendalikan


Lagu Looking for Space karya John Denver mengalun lirih, memenuhi ruangan teatrikal di Kota Erysichthon ini. Sebuah panggung kayu sederhana menjadi pusat perhatian, di mana sebuah marionette bernama Liao Ya bergerak lambat dengan wajah muram. Rautnya, meski terbuat dari kayu, menampakkan penderitaan. Gerakannya kaku, seperti burung dalam sangkar, setiap langkahnya terbatas oleh tali yang menghubungkannya dengan seorang dalang tua bernama Hongmu.

Hongmu, pria jangkung berusia senja, berdiri kokoh di belakang panggung. Tangannya gemulai mengendalikan tali-tali itu, menceritakan narasi tentang seorang pahlawan dalam dongeng kosong. Tapi di balik kisah itu, tak ada ketulusan. Tidak ada keadilan, kebenaran, ataupun harapan. Hanya manipulasi yang membelit setiap gerakan Liao Ya.

Di bangku penonton, warga Kota Erysichthon duduk berbaris rapi. Wajah mereka tersenyum, tapi mata mereka kosong. Mereka bertepuk tangan di sela-sela pertunjukan, seolah menikmati cerita yang Hongmu suguhkan. Namun, di balik senyuman mereka ada rasa muak. Mereka tahu, pentas ini bukan sekadar hiburan. Ini adalah metafora kehidupan mereka: terkendali, terbungkam, dan tak berdaya.

Kota Erysichthon adalah tempat di mana demokrasi hanyalah hiasan. Janji kebebasan dan partisipasi rakyat hanyalah cerita dongeng yang disampaikan oleh para pemimpin pertunjukan, seperti Hongmu. Tali-tali yang mengendalikan Liao Ya adalah simbol kontrol, intervensi, dan manipulasi yang menyelimuti kehidupan setiap warga kota Erysichthon. Mereka tidak hidup sebagai manusia bebas, melainkan sebagai marionatte dalam pentas.

Liao Ya, meski hanya boneka kayu, dia merasa sesak dalam perannya. Jika dia bisa berbicara, dia ingin berteriak “Lepaskan aku! Biarkan aku menentukan langkahku sendiri!” Tapi dia hanya boneka, suaranya tidak pernah terdengar. Dia hanyalah alat Hongmu untuk menyampaikan dongeng tentang keberanian dan pengorbanan, dongeng yang penuh dengan kepalsuan.

Di tengah-tengah cerita, Liao Ya mengangkat tangan kayunya, mencoba terlihat heroik. Para penonton bertepuk tangan, meski mereka tahu gerakannya hanya karena tali-tali yang menariknya. Tidak ada yang asli di panggung itu, sama seperti tidak ada yang asli dalam kehidupan demokrasi di Erysichthon.

Hongmu berdiri seperti seorang raja catur, menggerakkan bidak-bidaknya di atas papan permainan. Namun, dia sendiri bukanlah sosok bebas. Di atasnya, ada tali-tali yang lebih besar, yang tak terlihat oleh mata penonton. Hongmu juga terkendali oleh kekuatan lain: ambisi, kekuasaan, dan intervensi dari pihak-pihak yang lebih tinggi.

Ketika lagu Looking for Space mencapai nada-nada terakhirnya, Liao Ya bergerak ke tengah panggung. Dia mengangkat tangannya seolah mengucapkan selamat tinggal. Lagu itu menceritakan tentang pencarian jati diri dan kebebasan, tetapi bagi Liao Ya, itu hanyalah mimpi yang tak akan pernah menjadi nyata.

Di dalam hatinya, jika dia bisa memiliki keinginan, dia ingin hidup di Athena, kota yang dia dengar dalam dongeng-dongeng kuno. Di sana, pohon zaitun tumbuh subur, dan manusia hidup dalam harmoni dengan alam. Tidak ada kontrol, intervensi, atau manipulasi. Di Athena, mungkin Liao Ya bisa menjadi dirinya sendiri, bebas dari tali-tali yang mengikatnya.

Ketika pertunjukan selesai, tepuk tangan menggema di ruangan itu. Tapi tepuk tangan itu kosong, tanpa ketulusan. Para penonton berdiri, tersenyum, dan meninggalkan teater dengan pikiran yang sama “Untuk apa semua ini? Apa gunanya cerita ini jika hanya untuk menguatkan kekuasaan Hongmu?”

Di belakang panggung, Hongmu duduk lelah. Dia memandang tali-tali di tangannya dan bertanya pada dirinya sendiri, “Berapa lama lagi aku bisa terus melakukan ini?” Dia tahu, kendali yang dia miliki hanyalah ilusi. Dia sendiri adalah boneka dalam permainan yang lebih besar.

Namun, di sudut panggung, Liao Ya tetap berdiri. Dia diam, seperti biasa. Tapi jika kita melihatnya lebih dekat, kita mungkin akan menyadari sesuatu yang aneh, tali-tali di tubuhnya mulai merenggang, seolah ingin terlepas.

Di malam itu, ketika teater sepi, angin malam berhembus lembut melalui celah-celah dinding kayu. Liao Ya berdiri diam, tetapi ada sesuatu yang berubah. Meskipun hanya boneka kayu, dia mulai bermimpi tentang dunia di luar panggung ini, dunia di mana dia tidak lagi menjadi alat manyampaikan dongeng kosong, dunia di mana dia bisa berjalan bebas tanpa tali-tali yang mengendalikannya.

Pentas itu berakhir, tetapi cerita Liao Ya belum selesai. Di dunia yang penuh dengan kontrol dan manipulasi, selalu ada ruang untuk bermimpi. Dan di antara mimpi-mimpi itu, mungkin akan ada satu yang cukup kuat untuk memutuskan tali-tali itu selamanya.

Sabtu, 20 Maret 2021

Rekomendasi film China terbaik Part 1

 

Rekomendasi film China terbaik Part 1...





Hai readers kali ini Mimin akan membahas rekomendasi film China terbaik dalam 5 tahun terakhir..


1. Send me to cloud (2019 )

Pemeran : (Yao Chen, Yuan Hong) 

Film Cina berjudul Send Me to the Clouds kini hadir di layanan streaming Viu.
Film bergenre drama romantis yang rilis pada 2019 ini digarap oleh sutradara dan penulis skenario Congcong Teng.

Aktris Chen Yo didapuk menjadi bintang utama yang memerankan tokoh Sheng Nan.

Dikisahkan Sheng Nan adalah wanita berusia 29 tahun yang aktif berkarier sebagai seorang jurnalis.
Suatu ketika, Sheng Nan didiagnosis menderita kanker ovarium.
Sheng Nan awalnya sulit menerima hal ini karena menurutnya kecil kemungkinan ia menderita penyakit kanker.

Ia merasa tidak menjalani kehidupan seks bebas, tapi menurut keterangan dokter setiap wanita lajang tetap berisiko mengidap kanker ini.
Sheng Nan pun harus menjalani operasi untuk menyelamatkan nyawanya.

Ia mencoba menghubungi orang tuanya, namun kondisi mereka tidak memungkinkan untuk membantu biaya operasi.

Di tengah rasa putus asa, Sheng Nan mencoba mencari pekerjaan baru untuk mengumpulkan biaya operasi.
Ia kemudian mendapat tawaran pekerjaan menjadi penulis biografi seorang pengusaha kaya.

Selain itu, sahabatnya juga menyarankan Sheng Nan untuk mencari pasangan demi mendapat pengalaman seksual.
Pasalnya, setelah operasi mungkin ia tidak akan bisa melakukan hal tersebut lagi.

Sheng Nan setuju dan segera memulai petulangannya mencari cinta sejati dan berkenalan dengan beberapa pria seusianya.



2. Line Walker 2  (2019)
Pemain: (Louis Koo, Nick Cheung, Francis Ng)


Sebuah mobil menabrak pejalan
kaki di Distrik Tengah, Menewaskan 5 orang dan melukai 18 orang, pengemudi
ketua perusahaan jutawan Miao Guoneng selanjutnya menggorok lehernya. Ini
merupakan perisiwa misterius yang kedua, menyusul insiden serupa di Dabu (Tai
Po) di Wilayah Baru.

Suatu malam segera usai itu,
Jurnalis yang bernama Yao Keyi (Jiang Peiyao) yang sedang berbicara dengan
rekannya bernama Bill (Liu Yuning) yang berada di Burma, perihal urusan yang
sedang mereka kerjakan. Dia mendapati dirinya diburu seorang pembunuh, yang
mengejarnya menuju bus, namun dia secara tidak sengaja diselamatkan Cheng Tao
(Zhang Jiahui) yang merupakan agent penyamaran yang dulunya merupakan mantan
inspektur kepala cabang kontra-terorisme dari Biro Investigasi Criminal, dan
rekannya yang bernama Ye Zhifan (Wu Zhenyu) yang merupakan seorang pengawas.

Mereka lalu membawanya untuk
diinterogasi, sudah mengetahui bahwa dia merupakan seorang spesialis IT dan
juga black cyber yang dipaksa untuk bekerja Badan Keamanan Nasional Amerika
Serikat. Dia pada akhirnya mengakui dia bersama Bill, ketika meneliti artikel
mengenai perdagangan manusia, mendapati beberapa data yang meramalkan peristiwa
Tai Po dan Pusat, serta materi mengenai kelompok bawah tanah yang telah
menculik anak-anak dan juga secara bertahap melatih mereka menjadi peretas dan
agent yang menyusup ke dalam pasukan polisi di seluruh penjuru dunia.

Di tengah interogasi, Seorang
pengawas dari Departemen Kejahatan dan Keamanan bernama Jing Jinxian (Gu
Tianle) datanga berusaha mengambil alih kasus tersebut. Cheng Tao dan Ye Zhifan
curiga atas motifnya dan mereka mencegahnya, namun pada akhirnya Komisaris
polisi mencurigai ada tikus tingkat tinggi di kepolisian Hong Kong, memutuskan
menempatkan ketiganya dalam kasus tersebut, Yao Keyi ditempatkan di rumah
persembunyian.

Cheng Tao dan Jing Jinxian menuju
Myanmar guna mengambil file data Yao Keyi dari Bill namun pada saat pasukan
SWAT menyerang gedung, ledakan membunuh Bill dan pria kabur dengan hard disk
komputer Bill. Jing Jinxian mengambilnya namun dalam pertempuran sengit, dia
terluka. Cheng Tao membantu menyelamatkannya namun usai itu hard disk ditemukan
kosong.

3. Big brother (2018)

Pemain : (Donnie Yen)

Mengisahkan Seorang tentara yang berubah menjadi guru sekolah menengah menggunakan metode yang tidak biasa untuk mengajar, dan juga menjangkau kelas siswa miskin saat berhadapan dengan pengusaha rakus dan geng pejuangnya serta pemerintah.


4. Ip Man 4 
Pemain : (Donnie Yen, Wu Yue, Vaness wu)

Master Kung Fu Wing Chun Ip Man melakukan perjalanan ke AS untuk mencari sekolah untuk putranya. di sana muridnya Bruce Lee telah mengecewakan komunitas seni bela diri Tiongkok setempat dengan membuka sekolah yang mengajar orang asing Kung Fu Tiongkok, dengan cara dia ingin menemukan sekolah menengah untuk dipelajari putranya di, yang membutuhkan surat rujukan dari master komunitas pencak silat setempat. Bukan hanya itu dia harus menghadapi rasisme yang ada disana, dan bertarung dengan beberapa seniman beladiri disana. Film ini merupakan series film Ip Man terakhir, jadi jangan sampai ketinggalan untuk menonton film ini.


5. Better days (2019)


Pemain: (Zhou dong yu, Jackson Yee)

Better Days menceritakan tentang Chen Nian (Zhou dongyu) yang sedang fokus pada persiapan ujian masuk perguruan tinggi nasional. 

Persiapannya untuk ikut ujian itu membuatnya mengesampingkan semua hal dan menyendiri. 

Hingga satu-satunya temannya di sekolah yang bernama Hu Xiaodie(Zhang Yifan ) bunuh diri dengan melompat dari lantai atas sekolah. 

Nian yang maju ke depan tubuh temannya itu dan menutupi jenazahnya. 

Kematian teman sekelasnya itu telah membuatnya menjadi sasaran bullying yang tiada henti.

Sementara itu, takdir mempertemukan Chen Nian dengan seorang penjahat kecil bernama Beishan(Jackson Yee). 

Beishan adalah penjahat kecil yang ia lihat dipukuli oleh polisi. Sejak itu mereka menjadi teman baik. 



Timur dan Khalid: Sebuah Kisah Persahabatan dan Reformasi Di kota Chronos yang megah namun penuh dengan intrik, hidup dua pria dengan latar ...