Lagu Looking for Space karya John Denver mengalun lirih, memenuhi ruangan teatrikal di Kota Erysichthon ini. Sebuah panggung kayu sederhana menjadi pusat perhatian, di mana sebuah marionette bernama Liao Ya bergerak lambat dengan wajah muram. Rautnya, meski terbuat dari kayu, menampakkan penderitaan. Gerakannya kaku, seperti burung dalam sangkar, setiap langkahnya terbatas oleh tali yang menghubungkannya dengan seorang dalang tua bernama Hongmu.
Hongmu, pria jangkung berusia senja, berdiri kokoh di belakang panggung. Tangannya gemulai mengendalikan tali-tali itu, menceritakan narasi tentang seorang pahlawan dalam dongeng kosong. Tapi di balik kisah itu, tak ada ketulusan. Tidak ada keadilan, kebenaran, ataupun harapan. Hanya manipulasi yang membelit setiap gerakan Liao Ya.
Di bangku penonton, warga Kota Erysichthon duduk berbaris rapi. Wajah mereka tersenyum, tapi mata mereka kosong. Mereka bertepuk tangan di sela-sela pertunjukan, seolah menikmati cerita yang Hongmu suguhkan. Namun, di balik senyuman mereka ada rasa muak. Mereka tahu, pentas ini bukan sekadar hiburan. Ini adalah metafora kehidupan mereka: terkendali, terbungkam, dan tak berdaya.
Kota Erysichthon adalah tempat di mana demokrasi hanyalah hiasan. Janji kebebasan dan partisipasi rakyat hanyalah cerita dongeng yang disampaikan oleh para pemimpin pertunjukan, seperti Hongmu. Tali-tali yang mengendalikan Liao Ya adalah simbol kontrol, intervensi, dan manipulasi yang menyelimuti kehidupan setiap warga kota Erysichthon. Mereka tidak hidup sebagai manusia bebas, melainkan sebagai marionatte dalam pentas.
Liao Ya, meski hanya boneka kayu, dia merasa sesak dalam perannya. Jika dia bisa berbicara, dia ingin berteriak “Lepaskan aku! Biarkan aku menentukan langkahku sendiri!” Tapi dia hanya boneka, suaranya tidak pernah terdengar. Dia hanyalah alat Hongmu untuk menyampaikan dongeng tentang keberanian dan pengorbanan, dongeng yang penuh dengan kepalsuan.
Di tengah-tengah cerita, Liao Ya mengangkat tangan kayunya, mencoba terlihat heroik. Para penonton bertepuk tangan, meski mereka tahu gerakannya hanya karena tali-tali yang menariknya. Tidak ada yang asli di panggung itu, sama seperti tidak ada yang asli dalam kehidupan demokrasi di Erysichthon.
Hongmu berdiri seperti seorang raja catur, menggerakkan bidak-bidaknya di atas papan permainan. Namun, dia sendiri bukanlah sosok bebas. Di atasnya, ada tali-tali yang lebih besar, yang tak terlihat oleh mata penonton. Hongmu juga terkendali oleh kekuatan lain: ambisi, kekuasaan, dan intervensi dari pihak-pihak yang lebih tinggi.
Ketika lagu Looking for Space mencapai nada-nada terakhirnya, Liao Ya bergerak ke tengah panggung. Dia mengangkat tangannya seolah mengucapkan selamat tinggal. Lagu itu menceritakan tentang pencarian jati diri dan kebebasan, tetapi bagi Liao Ya, itu hanyalah mimpi yang tak akan pernah menjadi nyata.
Di dalam hatinya, jika dia bisa memiliki keinginan, dia ingin hidup di Athena, kota yang dia dengar dalam dongeng-dongeng kuno. Di sana, pohon zaitun tumbuh subur, dan manusia hidup dalam harmoni dengan alam. Tidak ada kontrol, intervensi, atau manipulasi. Di Athena, mungkin Liao Ya bisa menjadi dirinya sendiri, bebas dari tali-tali yang mengikatnya.
Ketika pertunjukan selesai, tepuk tangan menggema di ruangan itu. Tapi tepuk tangan itu kosong, tanpa ketulusan. Para penonton berdiri, tersenyum, dan meninggalkan teater dengan pikiran yang sama “Untuk apa semua ini? Apa gunanya cerita ini jika hanya untuk menguatkan kekuasaan Hongmu?”
Di belakang panggung, Hongmu duduk lelah. Dia memandang tali-tali di tangannya dan bertanya pada dirinya sendiri, “Berapa lama lagi aku bisa terus melakukan ini?” Dia tahu, kendali yang dia miliki hanyalah ilusi. Dia sendiri adalah boneka dalam permainan yang lebih besar.
Namun, di sudut panggung, Liao Ya tetap berdiri. Dia diam, seperti biasa. Tapi jika kita melihatnya lebih dekat, kita mungkin akan menyadari sesuatu yang aneh, tali-tali di tubuhnya mulai merenggang, seolah ingin terlepas.
Di malam itu, ketika teater sepi, angin malam berhembus lembut melalui celah-celah dinding kayu. Liao Ya berdiri diam, tetapi ada sesuatu yang berubah. Meskipun hanya boneka kayu, dia mulai bermimpi tentang dunia di luar panggung ini, dunia di mana dia tidak lagi menjadi alat manyampaikan dongeng kosong, dunia di mana dia bisa berjalan bebas tanpa tali-tali yang mengendalikannya.
Pentas itu berakhir, tetapi cerita Liao Ya belum selesai. Di dunia yang penuh dengan kontrol dan manipulasi, selalu ada ruang untuk bermimpi. Dan di antara mimpi-mimpi itu, mungkin akan ada satu yang cukup kuat untuk memutuskan tali-tali itu selamanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar