Timur dan Khalid: Sebuah Kisah Persahabatan dan Reformasi
Di kota Chronos yang megah namun penuh dengan intrik, hidup dua pria dengan latar belakang yang sangat bertolak belakang. Timur, seorang pemuda dari golongan minoritas, terlahir lemah secara fisik, namun pikirannya setajam bilah pedang. Namanya berasal dari kata taimur, yang berarti besi, dan mengingatkan orang pada nama panglima legendaris, Timur Lenk. Timur skeptis terhadap agama, tak mudah ditundukkan oleh doktrin, dan cenderung berpihak pada gagasan-gagasan progresif. Ia mengabdikan dirinya pada bisnis, ilmu aktuaris, dan idealisme, mendirikan sebuah percetakan surat kabar untuk menyuarakan kebenaran.
Di sisi lain, Khalid adalah seorang ksatria Muslim yang gagah, dengan tubuh yang kuat dan hati yang bijaksana. Berasal dari keluarga aristokrat, ia mengabdikan hidupnya untuk membela kaum tertindas. Ketika mayoritas masyarakat masih tenggelam dalam patriarki, Khalid berdiri tegak membela hak perempuan dan para ibu. Dalam setiap langkahnya, Khalid membawa diplomasi dan strategi sebagai senjatanya.
Keduanya awalnya dipersatukan oleh tugas dari Raja Chronos yang mempercayakan mereka sebagai tangan kanannya. Khalid ditugaskan untuk mengurus permasalahan pendidikan di kota Chronos, sementara Timur menangani masalah perekonomian. Namun, kesetiaan kepada raja ini diuji ketika mereka mulai menyadari wajah asli pemerintahan yang mereka bela.
Timur dan Khalid sering kali berselisih paham. Idealisme Timur yang cenderung keras sering berbenturan dengan pragmatisme Khalid. Namun, keduanya berbagi rasa prihatin yang sama terhadap penderitaan rakyat Chronos. Raja, yang korup dan licik, menggunakan agama sebagai senjata untuk membenturkan golongan kanan dan kiri, mengalihkan perhatian dari kebijakan-kebijakan yang menindas. Pajak yang tinggi digunakan untuk membangun kuil megah dan istana serta harem, sementara rakyat kelaparan.
Dalam sebuah diskusi panas di balairung, Khalid pernah berkata, "Timur, aku tahu kau tak percaya Tuhan, tapi lihatlah rakyat kita. Mereka butuh sesuatu untuk percaya. Kita tidak boleh menghancurkan harapan mereka."
Timur menjawab dengan tajam, "Khalid, harapan tanpa tindakan adalah ilusi. Apa gunanya doa jika perut mereka kosong?"
Namun, percakapan-percakapan itu justru memperkuat ikatan mereka. Keduanya mulai melihat, di balik perbedaan pandangan, ada tujuan yang sama, yaitu keadilan untuk rakyat Chronos.
Ketika keadaan semakin memburuk, Khalid dan Timur memutuskan untuk bersatu. Dengan keahlian Timur dalam bisnis dan pemikiran strategis Khalid, mereka mencetak surat kabar bawah tanah yang menyuarakan kebenaran. Surat kabar itu membuka mata rakyat tentang keburukan pemerintahan feodal yang hanya mementingkan kepentingan segelintir golongan.
Malam demi malam, mereka bekerja di ruang percetakan tersembunyi, melawan waktu dan ancaman dari pasukan kerajaan. Khalid membawa pengaruhnya di kalangan rakyat religius, sementara Timur menggunakan kecerdasannya untuk menarik simpati kaum intelektual.
Namun, perjuangan itu bukan tanpa risiko. Sang Raja, yang merasa terancam, mencari cara untuk menghentikan mereka.
Pada suatu malam yang gelap, pasukan kerajaan menyerbu markas mereka. Timur ditangkap dengan tuduhan pencurian dan korupsi yang direkayasa. Ia dijebloskan ke penjara tanpa pengadilan yang adil. Khalid, yang berada di luar kota saat itu, hanya bisa menggertakkan giginya saat mendengar kabar tersebut.
Di hari terakhir hidupnya, Timur meminta bertemu Khalid. Dengan tubuh lemah dan suara serak, ia berkata, "Khalid, sahabatku, ini adalah akhir bagiku. Aku tahu kau percaya pada Tuhanmu, dan meski aku tidak pernah bisa memahami itu, aku ingin kau berdoa untukku. Jika ada Tuhan, semoga Dia mengampuniku."
Khalid menggenggam tangan Timur dengan erat, air mata jatuh di wajahnya yang biasanya tegar. "Aku akan berdoa untukmu, Timur. Dan aku bersumpah, perjuanganmu tidak akan sia-sia."
Keesokan harinya, Timur dihukum mati di alun-alun kota. Namun, kematiannya bukanlah akhir.
Kehilangan Timur menjadi cambuk bagi Khalid. Ia melanjutkan perjuangan dengan semangat yang berkobar. Dengan menggabungkan semua golongan—agama, intelektual, dan rakyat jelata—ia memimpin gerakan reformasi untuk menggulingkan dinasti kejam yang telah berkuasa terlalu lama.
Dalam sebuah pidato yang dikenang sepanjang masa, Khalid berkata, "Timur telah mengorbankan segalanya demi kita. Ia adalah simbol bahwa persatuan di tengah perbedaan adalah kekuatan kita. Kita akan mengakhiri penindasan ini!"
Setelah sepuluh tahun perjuangan, Chronos akhirnya berubah. Kerajaan tumbang, digantikan oleh sebuah pemerintahan demokratis yang menghargai ilmu, kebebasan, dan keadilan. Chronos menjadi pusat pembelajaran, seperti House of Wisdom di Baghdad.
Di sebuah bukit kecil di luar kota, Khalid menanam pohon zaitun di pusara Timur, sebagai tanda penghormatan terakhir untuk sahabatnya. Ia berbisik, "Timur, kemenangan ini adalah milikmu juga."
Sebagai bentuk penghormatan, Khalid memberi nama putranya Muhammad Timur Rasyid, agar generasi mendatang tidak melupakan nilai-nilai yang diperjuangkan Timur.